It's Raining Again

Pagi tadi terbangun jam 05.30 WIB karena suami udah grasa-grusu mau pergi, untungnya dia udah paham kalau gue gak suka pagi gue diganggu. Jadi dia bisa melakukan apapun yang mau dia lakukan sesuai dengan kebutuhannya sendiri. Suasana pagi ini entah kenapa berbeda dengan pagi biasanya. Suasananya terasa lebih tenang, kalem, hening. Ternyata awan mendung pelakunya. Udara sejuk, matahari temaram, pagi yang sempurna untuk memulai hari libur ini. Sebenernya di kerjaan gue ini banyakan liburnya daripada kerjanya, tapi biasanya kalau hari yang seharusnya libur malah dihabiskan untuk mengkhawatirkan hari libur lainnya, karena kalau libur terus berarti bulan ini belum tentu target bisa tercapai. Seharusnya 5 hari weekdays di minggu ini gue kosong, libur, tidak bekerja. Alih-alih gue berkhawatir seperti biasanya, gue memutuskan untuk memakai 5 hari ini untuk meliburkan mental, alias tidak mau berkhawatir untuk hal yang tidak bisa gue atur dan berfokus untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan hati gue.


Kemarin entah kenapa sedang ingin sekali menggambar ilustrasi cat air rumah kecil dan pohon pinus yang besar dalam suasana musim dingin. Hari ini saat sedang membereskan dapur sambil melihat ada sayur apa yang harus segera dimasak, terasa ingin membuat bolu ketan hitam lagi setelah sekian lama terlupakan dan bosan. Besok belum tau mau apa dan lusa tiba-tiba jadwal terisi untuk kerja. Sekarang masih jam 11.42 WIB. Sudah masak untuk makan hari ini yang begitu terasa produktif karena di akhir minggu kemarin memutuskan untuk gak mau memasak selama seminggu ke depan. Berbagai macam sosis dan nugget sudah disiapkan untuk bekal makan selama seminggu. Bolu ketan hitam sedang menunggu dingin. Es kopi sudah di samping laptop sambil menemani gue menikmati hari ini dengan mendokumentasikannya dalam tulisan.



Siang ini begitu gelap, tone warnanya seperti Harry Potter & The Prisoner of Azkaban. Gelap dengan semburat hijau dan suara hujan yang riuh rendah. Lucunya, sudah beberapa hari ini gue merasa sangat-sangat overstimulated dengan matahari yang begitu terang. Setelah 2 tahun ditinggali, rumah gue masih belum ada gordennya, masih ditempeli dengan kertas koran untuk privasi, yang ternyata kurang cukup untuk mengakomodasi stimuli cahaya yang agak mengganggu untuk gue. Sudah beberapa hari ini pula gue habiskan di kolong meja setrikaan yang gue letakkan di kamar gue karena gue bisa tetep dikamar, dingin terkena AC dan tetap bisa terlindung dari cahaya yang memekakan mata. Hari ini terasa seperti menyebur ke mata air yang dingin di tengah hari yang panas buat gue. Seluruh indera aman dari rangsangan, energi diri seperti kembali terisi seperti tanaman dalam pot yang direndam dalam air.

Overstimulated buat gue itu di kepala jadi berisik, berisik sama white noise yang gue juga gatau apa, tapi bikin jadi gak bisa berpikir jernih. Kayak kalo lagi kepanasan, kelaperan, kecapekan, dikumpulin semua jadi satu. Udah gak ada ruang untuk mengolah rasa, gak mampu mengolah informasi dari luar ataupun dari dalam. Mungkin itu salah satu alasan gue suka Bandung, lagi panas terik aja masih adem suhunya jadi buat gue masih bearable. Tiap gue ke Bandung pasti hujan dan gue suka hujan. Fun fact, waktu kecil gue paling sebel sama hujan karena bikin lantai jadi becek dan kotor, bikin udara sumuk dan lengket di kulit, bikin jemputan telat dateng, bikin sakit kepala, bikin banjir di sekolah jadi pulang harus jalan kaki menerjang banjir, pokoknya hujan itu kenangannya tidak baik sewaktu gue kecil.

Sepanjang ingatan gue, momen yang masuk di core memory gue soal kecintaan gue dengan hujan itu sewaktu kecil, mungkin SMP-an, waktu kami sekeluarga masih sering jalan-jalan bersama ke Puncak. Entah untuk ke Vihara atau sekedar cari suasana. Gue ingat, tiap kali ke Puncak itu pasti hujan, gerimis ataupun deras, pasti ada momen mobil terjebak di kemacetan, hujan, dingin, kami sekeluarga ber-5 menikmati kebersamaan dalam candaan atau keheningan. Kami sekeluarga secara utuh berada di tempat yang sama, saling ingin menghabiskan waktu dan menciptakan memori bersama sebagai keluarga. Sejauh ini, momen-momen hujan di Puncak itu yang muncul ketika mengingat-ingat. 

Hujan membuat gue bisa mendengar diri gue sendiri, bisa berbicara ke diri gue sendiri, hujan membuat gue fokus pada saat ini karena hujan seperti memaksa semua yang hadir untuk meluangkan pikiran di saat ini. Menunggu hujan reda seperti waktu kosong yang bisa diisi apapun, ringan, tanpa paksaan. Hujan memberikan gue ketenangan yang hanya bisa gue dapatkan di tengah malam hingga subuh. Gue juga suka hujan karena hujan itu seperti menutupi ruang-ruang kosong yang bisa diisi oleh ekspektasi, hujan bagai gorden yang menutup stimulasi tak kasat mata yang terkadang rasanya menyesakan.

Comments

Popular Posts